image05 image06 image07

300x250 AD TOP

Feature Label Area

Jumat, 26 Mei 2023

Tagged under: ,

L68T Kriminal, Bukan Kodrat

Buletin Kaffah No. 294 (06 Dzulqa’dah 1444H/26 Mei 2023)

Di tengah penolakan terhadap kedatangan grup musik asal Inggris Coldplay yang sering mengkampanyekan L68T dalam konsernya, tiba-tiba Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan bahwa L68T adalah kodrat. Di depan Rakernas KAHMI di Puncak, Bogor (20/5) Mahfud mengatakan, “Orang L68T kan diciptakan oleh Tuhan. Oleh sebab itu ndak boleh dilarang wong Tuhan yang menyebabkan dia hidupnya menjadi homo, lesbi, tetapi perilakunya yang dipertunjukan kepada orang itulah yang tidak boleh."
 
Selanjutnya Mahfud juga mengatakan KUHP yang baru, yang akan berlaku pada 2026, tidak mengatur L68T, meski ada pihak yang mendorong agar diatur. KUHP hanya mengatur secara umum soal pelecehan yang tidak terbatas pada L68T.

L68T Bukan Kodrat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kodrat berarti kuasa Tuhan yang manusia tidak akan mampu menentang. Lengkapnya; kodrat/kod·rat/ n 1 kekuasaan (Tuhan): manusia tidak akan mampu menentang -- atas dirinya sebagai makhluk hidup. 

Jika ditelusuri secara akal maupun dalil syariah, pernyataan Mahfud MD kalau L68T itu kodrat dari Tuhan, dan Tuhan yang menyebabkan manusia menjadi homo dan lesbi, jelas batil. Manusia justru diciptakan dengan kodratnya sebagai lelaki dan perempuan. Bukan homoseksual, baik gay atau lesbian. Allah SWT berfirman:

وَمِن كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ 

Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kalian mengingat kebesaran Allah (TQS adz-Dzariyat [51]: 49).

Berkaitan dengan ayat ini Imam Fakhruddin ar-Raziy menyebutkan bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu berpasangan seperti langit berpasangan dengan bumi, musim dingin dengan musim panas, siang dengan malam, wanita pasangannya adalah lelaki, dan lelaki pasangannya adalah wanita. Demikian sebagaimana firman Allah SWT:

وَأَنَّهُۥ خَلَقَ ٱلزَّوْجَيْنِ ٱلذَّكَرَ وَٱلأُنثَىٰ 

Sungguh Dialah Yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan (TQS an-Najm [53]: 45).

Kaum L68T memang sejak lama mencoba memanipulasi fakta dengan mengatakan bahwa gay disebabkan oleh faktor genetis. Sejumlah ilmuwan pro L68T seperti Magnus Hirscheld pada 1899, juga Dean Hamer, seorang gay, pada tahun 1993 menyatakan teori “Born Gay”. Hasil riset Hamer menyatakan bahwa satu atau beberapa gen yang diturunkan oleh ibu dan terletak di kromosom Xq28 sangat berpengaruh pada orang yang menunjukkan sifat homoseksual.

Namun, teori ini runtuh ketika pada tahun 1999 Prof. George Rice dari Universitas Western Ontario, Kanada, mengadaptasi riset Hamer dengan jumlah responden yang lebih besar. Rice menyatakan, hasil penelitian terbaru menunjukkan faktor genetis tidak mendukung terjadinya homoseksualitas pria, kecuali kebetulan belaka (Science, Vol. 284, No. 5414).

Penelitian juga dilakukan oleh Prof. Alan Sanders dari Universitas Chicago pada tahun 1998-1999. Hasilnya juga tidak mendukung teori hubungan gen dengan homoseksualitas. Penelitian Rice dan Sanders meruntuhkan teori “Born Gay”.

Jika gay dan lesbian bukan kodrat, lalu apa perilaku kaum L68T ini? Tidak lain adalah penyimpangan dan kejahatan. Ini sebagaimana teguran Nabi Luth as. terhadap kaumnya yang melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan kaum sebelumnya:

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِۦٓ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ ٱلْفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ ٱلْعَٰلَمِينَ

(Ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, "Sungguh kalian benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kalian.” (TQS al-Ankabut [29]: 28).

Merusak Regenerasi

Ocehan Mahfud MD bahwa gay dan lesbian adalah kodrat dari Tuhan makin bertabrakan dengan al-Quran dan as-Sunnah. Faktanya, penciptaan pria dan wanita bukan sekadar untuk memenuhi dorongan seksual, tetapi untuk tujuan mulia, yakni supaya umat manusia terus berketurunan. Firman Allah SWT:

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزَوَٰجِكُم بَنِينَ ‌وَحَفَدَةً 

Allah telah menjadikan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri dan telah menjadikan bagi kalian dari istri-istri kalian itu anak-anak dan cucu-cucu (TQS an-Nahl [16]: 72).

Kelahiran anak dan keturunan secara kodrati tidak mungkin tercapai jika manusia tidak berpasangan antara pria dan wanita. Allah SWT telah menciptakan pada keduanya kemampuan reproduksi yang saling menyempurnakan. Lelaki diberi kemampuan memproduksi sel sperma. Sebaliknya, pada wanita diciptakan sel telur, kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan memberikan ASI. Allah SWT juga memberi wanita fitrah ummumah/motherhood. Dengan itu mereka bisa bersabar dan penuh kasih sayang merawat dan membesarkan anak-anak mereka.

Jika gay atau lesbian adalah kodrat, bagaimana mungkin manusia bisa beregenerasi? Untuk punya anak, kaum gay biasanya membayar wanita untuk menyewa rahimnya (surrogate mother), untuk mengandung anak mereka. Entah dengan sperma dari pasangan gay itu atau dari lelaki lain. Tambah lagi kerusakan kaum L68T, merusak nasab.

Karena itulah Islam mensyariatkan pernikahan yang di dalamnya terpenuhi pemenuhan kebutuhan biologis sekaligus mendapatkan keturunan yang terpelihara nasabnya. Semuanya bernilai pahala di hadapan Allah SWT. Demikian sebagaimana sabda Nabi saw.:

وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ . أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ

“Persetubuhan salah seorang di antara kalian (dengan istrinya) adalah sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa? Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala.” (HR Muslim).

Inilah kerusakan pandangan Barat sekuler dan liberal. Mereka memahami hubungan pria-wanita melulu urusan libido seksual sesuai ajaran Sigmund Freud. Bahkan ia berilusi jika manusia menahan dorongan seksualnya akan menyebabkan dirinya sakit dan penderitaan. Akibatnya, hubungan seks bebas merajalela, termasuk perilaku gay dan lesbian. Berbagai perilaku menyimpang dan menjijikkan lain juga bermunculan seperti pedofilia, incest, bahkan hubungan seksual dengan hewan (bestiality) atau mayat (nekrofilia). Yang penting nafsu syahwat mereka terpenuhi. Tidak pandang merusak atau menjijikkan.

Jika pada tahun 1973 silam, Asosiasi Psikiater Amerika/American Psychiatric Association (APA) menyatakan homoseksual bukan gangguan jiwa atau penyakit lainnya, maka tinggal tunggu waktu saja beragam penyimpangan seksual yang kotor dan menjijikkan itu kelak akan dinyatakan sebagai perilaku normal.

Islam Melindungi Manusia

L68T bukan saja penyimpangan, tetapi juga ancaman kemanusiaan. Ia bisa menghambat regenerasi, amoral, menyebarkan penyakit kelamin. Sampai hari ini, kaum gay masih menjadi faktor dominan penyebaran penyakit kelamin HIV/AIDS dan kanker anus. 

Temuan terbaru di Yogyakarta pada bulan Mei menyebutkan penderita penyakit kelamin sifilis atau raja singa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus mengalami peningkatan sampai 100 persen setiap tahunnya. Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DIY, Setyarini Hestu Lestari mengatakan, tiga tahun terakhir, rata-rata kasus sifilis paling banyak diderita laki-laki yang melakukan hubungan seks sesama jenis.

Tanpa mempedulikan kerusakan tersebut, hari ini Barat terus mempropagandakan L68T ke seluruh dunia lewat media massa, film, bacaan, lagu-lagu, termasuk melalui para public figure seperti selebritis dan grup musik macam Coldplay. PBB dan berbagai perusahaan besar seperti Starbucks, Google, Facebook, dll juga mendukung gerakan L68T global. Miliaran dolar digelontorkan untuk kampanye L68T.

Tragisnya, di Indonesia, sebagai negeri dengan mayoritas Muslim, malah tidak ada perlindungan dari serbuan L68T ini. Bahkan KUHP terbaru tetap tidak menyebutkan gay dan lesbian sebagai tindak kriminal. Ini kian mengeksiskan kaum L68T dengan segala kampanye dan perilakunya. Padahal anggota dewan yang meloloskan KUHP ini mayoritas beragama Islam dan tahu keharaman L68T. Apakah mereka tidak takut dengan dosa dan ancaman Allah karena tidak melarang perkara yang sudah jelas diharamkan Allah SWT?
Ini adalah tanda kalau sistem demokrasi adalah lahan subur bagi tumbuh kembangnya perilaku L68T. Keberadaan dan perilaku mereka dijamin undang-undang sehingga tidak bisa dicegah oleh siapapun. Bahkan, jika nanti KUHP versi baru dilaksanakan, ia bisa mempidanakan orang-orang yang dianggap mengganggu aktivitas kaum L68T.

Lalu kapan umat akan sadar kalau hanya dalam Islam kehidupan mereka terlindungi sempurna? Padahal agama ini telah memiliki syariah sempurna yang akan melindungi umat manusia dari perilaku yang menyimpang. Islam telah melarang bahkan mengancam dengan sanksi keras untuk mereka yang melakukan aktivitas persetubuhan gay. Nabi saw. bersabda:

مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

Siapa saja yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan liwath (sodomi), sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut (HR Abu Dawud).

Alhasil, selama umat tidak kembali pada pelaksanaan syariah dalam naungan Khilafah, sepanjang itu pula kaum L68T akan eksis dan mengancam kehidupan umat. 
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

---*---

Hikmah:

فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَٰلِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ مَّنضُودٍ

Tatkala datang azab Kami, Kami menjadikan negeri kaum Luth itu (terbalik) bagian atasnya berubah menjadi di bagian bawah, dan Kami menghujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. (TQS Hud [11]: 82). []

Jumat, 19 Mei 2023

Tagged under: ,

Kriteria Pemimpin Dalam Islam

Buletin Kaffah No. 293 (29 Syawal 1444H/19 Mei 2023)

Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy alias Romy baru-baru ini mengungkapkan harapannya agar publik (masyarakat) tidak menyoal kesalihan dari tiga nama calon presiden (capres) yang muncul di sejumlah lembaga survei nasional. Tiga nama itu adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Hal itu terungkap dalam acara “Catatan Demokrasi” TVOne dikutip Rabu (10/5). 

“Dalam Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, kitab yang menjadi salah satu rujukan untuk tata negara dalam hukum Islam sekalipun, seorang pemimpin yang ahli maksiat pun masih memiliki hak untuk ditaati, sepanjang dia tidak melarang kebebasan beragama,” tegas Romy. 

Atas dasar itu, menurut Romy, yang menjadi persoalan krusial sebenarnya adalah kualitas dan kapasitas pemimpin itu sendiri. Bukan urusan kesalihan personal seorang pemimpin (Rmol.id, 10/5/2023).

Kriteria Pemimpin dalam Islam

Terkait pernyataan Romy di atas, setidaknya ada dua hal yang perlu kita soal. Pertama: Tentang kriteria calon pemimpin. Betulkah calon pemimpin tidak harus salih? Artinya, ia boleh berasal dari kalangan orang fasiq atau yang gemar bermaksiat (misal: suka nonton film porno), karena yang penting dia punya kapasitas kepemimpinan? Kedua: Sejauh mana seorang pemimpin wajib ditaati. Betulkah pemimpin fasiq atau ahli maksiat tetap wajib ditaati?

Sebagai Muslim, apalagi yang hidup di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah selayaknya kita menjadikan Islam (al-Quran dan as-Sunnah) sebagai satu-satunya standar dalam menetapkan calon pemimpin, juga dalam menyikapi perilaku dan kebijakan pemimpin.

Dalam banyak kitab fiqih siyâsah, termasuk Kitab Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah karya Imam al-Mawardi yang amat terkenal, yang juga dikutip oleh Romy, telah banyak dibahas sejumlah kriteria yang wajib ada pada diri calon pemimpin. Secara umum kriterianya sama. Yang berbeda hanya dalam aspek tertentu dan rinciannya. Kriteria umum pemimpin (kepala negara) dalam Islam yang dimaksud adalah: (1) Muslim; (2) Laki-laki; (3) Balig; (4) Berakal; (5) Merdeka (bukan budak/berada dalam kekuasaan pihak lain); (6) Adil (bukan orang fasiq/ahli maksiat); (7) Mampu (punya kapasitas untuk memimpin).

Ketujuh kriteria ini disebut juga dengan syarat-syarat in’iqâd (pengangkatan). Ketujuh syarat ini tentu didasarkan pada dalil al-Quran dan as-Sunnah (Lebih rinci, lihat: Abdul Qadim Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 50-53; Kitab Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 22-27).

Hal yang sama juga telah dibahas secara detail oleh al-‘Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (w. 1977 M), dalam kitabnya, Al-Khilâfah dan Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah (Jilid 2). Syarat-syarat kepala negara (Khalifah/Imam) ini juga dijelaskan dengan panjang lebar oleh Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab. 

Karena itu jelas, di antara kriteria calon pemimpin (kepala negara) adalah harus orang yang adil (poin 6). Artinya, ia bukan orang fasiq (ahli maksiat) atau orang zalim. Sebabnya, kata adil memang sering dilawankan dengan kata fasiq atau zalim. Di antara ciri utama orang fasiq atau zalim adalah enggan berhukum dengan hukum-hukum Allah SWT. Dasarnya adalah firman Allah SWT:

وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum-hukum Allah, mereka itulah kaum yang zalim (TQS al-Maidah [5]: 45). 

وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum-hukum Allah, mereka itulah kaum yang fasiq (TQS al-Maidah [5]: 47). 

Karena itu meski secara personal seorang calon pemimpin tampak baik, santun, ramah, cerdas, punya jiwa kepemimpinan, jika ia enggan berhukum dengan hukum-hukum Allah SWT dalam memimpin dan mengurus rakyat, atau tidak mau menerapkan syariah Islam dalam mengelola negara/pemerintahan, pada dasarnya ia terkategori zalim atau fasiq. Apalagi, sudahlah secara personal ahli maksiat, ia pun menolak hukum-hukum Allah atau terindikasi anti syariah Islam. Orang-orang fasiq atau zalim semacam ini jelas tidak layak menjadi pemimpin (kepala negara) karena berarti mereka bukan orang-orang yang adil. Apalagi, dalam Islam tugas utama kepala negara (Imam/Khalifah) adalah menerapkan hukum-hukum syariah. Demikian sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum:

اَلْخَلِيْفَةُ هُوَ الَّذِيْ يَنُوْبُ عَنِ اْلأُمَّةِ فِي الْحُكْمِ وَالسُّلْطَانِ وَفِيْ تَنْفِيْذِ أَحْكَامِ الشَّرْعِ

Khalifah (kepala negara) adalah orang yang mewakili umat Islam dalam urusan kekuasaan atau pemerintahan dan penerapan hukum-hukum syariah (Zallum, Nizhâm al-Hukmi fî al-Islâm, hlm. 49).

Pemimpin yang Wajib Ditaati

Allah SWT memang telah mewajibkan kaum Muslim untuk mentaati pemimpin mereka. Allah SWT berfirman: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ 

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kalian (TQS an-Nisa’ [4]: 59).

Ayat tersebut jelas menunjukkan kewajiban mentaati Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara umat Islam. Namun kemudian, ada yang menafsirkan ketaatan kepada penguasa dalam ayat tersebut bersifat mutlak dan berlaku umum untuk setiap pemegang kekuasaan (penguasa); tidak dilihat lagi apakah Ulil Amri itu Khalifah dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), ataukah penguasa dalam sistem pemerintahan sekular, seperti presiden dalam sistem republik, atau raja dalam sistem kerajaan (monarki) (Al-Mas’ari, Thâ’at Ulil Amri Hudûduhâ wa Quyûduhâ, hlm. 8-9).

Padahal yang dimaksud bukanlah sembarang penguasa, melainkan penguasa dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), yaitu Imam (Khalifah) dan para wakilnya (Al-Mas’ari, Thâ’at Ulil Amri Hudûduhâ wa Quyûduhâ, hlm. 17).

Ini sejalan dengan penjelasan Imam asy-Syaukani rahimahulLâh yang berkata:

وَ أُوْلِي اْلأَمْرِ هُمْ: اْلأَئِمَّةُ، وَ السَّلاَطِيْنُ، وَ الْقُضَاةُ، وَ كُلُّ مَنْ كَانَتْ لَهُ وِلاَيَةٌ شَرْعِيَّةٌ: لاَ وِلاَيَةً طَاغُوْتِيِّةً

Ulil Amri adalah para imam, para sultan, para qadhi (hakim) dan setiap orang yang memiliki kekuasaan syar’i, bukan kekuasaan bangsa thaghut (Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, 1/556). 

Ketaatan kepada Imam (Khalifah) dan para wakilnya tersebut juga terbatas pada perkara yang makruf (yang dibenarkan syariah Islam), bukan ketaatan pada segala perkara yang mungkar atau maksiat (Al-Mas’ari, Thâ’at Ulil Amri Hudûduhâ wa Quyûduhâ, hlm. 17)

Ini sejalan dengan penjelasan para mufassir terkait ayat di atas. Imam al-Baghawi dalam Ma’âlim at-Tanzîl, misalnya, setelah menafsirkan ayat di atas, menukil sebuah atsar: Ali bin Abi Thalib ra. berkata, "Hak yang wajib ditunaikan oleh seorang pemimpin adalah memutuskan perkara (berhukum) dengan apa yang telah Allah turunkan (al-Quran dan as-Sunnah) dan menjalankan amanah. Jika pemimpin telah melakukan hal itu maka hak yang wajib ditunaikan oleh rakyat adalah mendengar dan taat." (Lihat: Tafsîr al-Baghawi, QS an-Nisa [4]: 59).

Imam Ibnu Katsir dalam Tafsîr al-Qur'ân al-'Azhîm, setelah menafsirkan surat an-Nisa ayat 59 di atas, juga menukil hadis berikut:

وَعَنْ أُمِّ الْحُصَيْنِ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَخْطُبُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ يَقُولُ: "وَلَوِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبَدٌ يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ، اسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا"

Dari Ummul Hushain bahwa dia pernah mendengar Rasulullah saw berkhutbah pada Haji Wada' bersabda, "Meskipun kalian diperintah oleh seorang budak, sementara ia memimpin kalian dengan Kitabullah (al-Quran), maka dengar dan taatilah dia." (HR Muslim).

Imam an-Nawawi menjelaskan maksud hadis di atas:

قَالَ الْعُلَمَاءُ: مَعْنَاهُ مَا دَامُوا مُتَمَسِّكِينَ بِالْإِسْلَامِ وَالدُّعَاءِ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى 

Para ulama berkata: Maksudnya adalah selama para pemimpin itu masih berpegang teguh dengan Islam dan menyeru pada Kitabullah (al-Quran) (An-Nawawi, Syarh ‘alâ Shahîh Muslim, 9/47).

Wajib Menegakkan Sistem Pemerintahan Islam

Jelas bahwa yang dituntut atas kaum Muslim sesungguhnya bukan sekadar memilih dan mengangkat pemimpin (kepala negara). Mereka pun dituntut untuk menegakkan sistem pemerintahan Islam (Imamah/Khilafah). Imam an-Nawawi menyatakan, “Umat wajib mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang menegakkan agama, membela Sunnah, menolong orang-orang yang dizalimi, serta memenuhi hak dan mengembalikannya pada posisinya. Saya tegaskan, pengangkatan Imamah (Khilafah) hukumnya fardhu kifayah.” 

Perlu dicatat, istilah Imam ini dinyatakan oleh Imam an-Nawawi dengan konotasi Khalifah dan Amirul Mu’minin. Beliau menyatakan, “Seorang Imam boleh disebut Khalifah, Imam dan Amirul Mukminin.” 

Ini dikuatkan oleh penjelasan Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Al-Majmû’, “Imamah, Khilafah dan Imârah al-Mu’minîn adalah sinonim (banyak kata dengan konotasi sama).” 

Hal ini juga dikuatkan dengan penggunaan kata “Khilafah” dan “Khalifah” dalam kitab Ar-Rawdhah secara bersamaan dengan kata “Imam”, dan “Imamah”.

Jadi, tidak benar, jika Imam yang dimaksud oleh Imam an-Nawawi di sini tidak harus Khalifah, tetapi bisa Presiden, Raja, atau yang lain. Pernyataan seperti ini jelas menyesatkan. 

Masalah pengangkatan Khalifah ini sebenarnya telah dibahas oleh para fuqaha’ pada masa lalu, sebagaimana yang dibahas Imam al-Mawardi (w. 463 H), al-Juwaini (w. 478 H), al-Ghazali (w. 505 H) hingga Imam an-Nawawi (w. 676 H). Imam an-Nawawi telah membahas masalah ini dalam kitabnya, Rawdhah ath-Thâlibîn wa ‘Umdah al-Muftîn, juga dalam Al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab.

Jadi bagaimana mungkin ada yang mengklaim Ahlus Sunnah Wal Jamaah tetapi menolak Khilafah? Apalagi rukun kedua belas, sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Qahir al-Baghdadi (w. 429 H), dalam kitabnya, Al-Farqu bayna al-Firaq, adalah meyakini perkara pokok, yaitu kewajiban menegakkan Khilafah (Imamah). 

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

---*---

Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ. فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا أَقَامَ لَكُمْ كِتَابَ اللَّهِ

Hai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Allah meski kalian dipimpin oleh hamba sahaya dari Habasyi. Dengar dan taatilah dia selama dia masih menegakkan Kitabullah (al-Quran) atas kalian. (HR at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).

Jumat, 07 April 2023

Tagged under: ,

Al-Quran Pembawa Perubahan Menuju Kemuliaan

BULETIN DAKWAH KAFFAH – 289
16 Ramadhan 1444 H/7 April 2023 M

Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya al-Quran diturunkan. Fungsinya adalah sebagai petunjuk bagi umat manusia. Tentu agar mereka tidak tersesat di dunia. Allah SWT berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya al-Quran diturunkan, sebagai petunjuk bagi manusia, yang mengandung berbagai penjelasan atas petunjuk tersebut, sekaligus sebagai pembeda (haq dan batil) (TQS al-Baqarah [2]: 185).
Bukan hanya turun pada bulan Ramadhan sebagai bulan yang amat istimewa, al-Quran pun turun pada malam yang juga sangat istimewa, yakni Lailatul Qadar. Allah SWT berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
_Sungguh Kami menurunkan al-Quran pada saat Lailatul Qadar_ (TQS al-Qadr [97]: 1).
Turunnya al-Quran sesungguhnya adalah peristiwa yang amat dahsyat. Secara tidak langsung hal demikian bisa kita pahami dari ayat lain, yakni firman Allah SWT berikut:
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
_Andai al-Quran ini Kami turunkan di atas gunung, kamu (Muhammad) pasti menyaksikan gunung itu tunduk dan pecah berkeping-keping karena takut kepada Allah. Perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka mau berpikir_ (TQS al-Hasyr [59]: 21).
Saat menafsirkan ayat ini, Imam ath-Thabari menyatakan, “Gunung itu tunduk dan terpecah-belah karena begitu takutnya kepada Allah meskipun gunung itu amat keras. Tidak lain karena gunung tersebut sangat khawatir tidak sanggup menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan atas dirinya, yakni mengagungkan al-Quran.” (Ath-Thabari, _Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur'ân_, 23/300).
Adapun Imam al-Baidhawi menafsirkan ayat ini dengan menyatakan, _“Ayat ini merupakan gambaran betapa besarnya kehebatan dan pengaruh al-Quran.”_ (Al-Baidhawi, _Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta’wîl_, 3/479).
Karena itulah, menurut Abu Hayan al-Andalusi, ayat ini merupakan celaan kepada manusia yang keras hati dan perasaannya tidak terpengaruh sedikit pun oleh al-Quran. Padahal jika gunung yang tegak dan kokoh saja pasti tunduk dan patuh pada al-Quran, sejatinya manusia lebih layak untuk tunduk dan patuh pada al-Quran (Abu Hayan al-Andalusi, _Bahr al-Muhîth_, 8/251).
Sayang, apa yang dinyatakan oleh Abu Hayan al-Andalusi ini justru banyak terjadi saat ini. Banyak manusia tidak tunduk dan patuh pada al-Quran. Banyak yang bahkan tidak bergetar saat al-Quran dibacakan. Boleh jadi hal itu karena banyak hati manusia yang sudah mengeras. Bahkan lebih keras dari batu. Tak sedikit pun terpengaruh oleh bacaan al-Quran. Apalagi tergerak untuk mengamalkan al-Quran dan menerapkan hukum-hukumnya, yakni syariah Islam. Bahkan saat ini ada upaya mengaitkan penegakan syariah Islam dengan radikalisme. Secara tidak langsung mereka ini telah berbuat jahat terhadap al-Quran sebagai sumber syariah Islam.
*Al-Quran dan Perubahan*
Sejarah membuktikan bahwa al-Quran benar-benar membawa perubahan besar bagi umat manusia. Dulu, sebelum al-Quran diturunkan, Bangsa Arab terkenal sebagai bangsa yang dipenuhi dengan kebodohan dan kezaliman. Ragam kemaksiatan mereka lakukan. Di antaranya: perzinaan, perjudian, mabuk-mabukan, penipuan dalam jual-beli, riba, pembunuhan terhadap bayi-bayi yang baru lahir, peperangan antarsuku, dll. Semua itu adalah di antara ragam kemaksiatan yang telah mendarah daging di tengah-tengah masyarakat. Kemaksiatan mereka paling besar tentu saja kemusyrikan dengan tradisi penyembahan terhadap berhala. Berhala ini mereka pertuhankan. Padahal mereka sendiri yang membuat berhala tersebut. Itulah mengapa zaman itu disebut sebagai zaman jahiliah (kebodohan).
Namun demikian, saat Baginda Rasulullah saw. diutus kepada mereka dengan membawa al-Quran, dalam waktu relatif singkat, hanya sekitar 23 tahun, bangsa Arab—yang kemudian menjadi bangsa Muslim—berubah 180 derajat. Dari kegelapan menuju cahaya. Dari kejahiliahan menuju kemuliaan. Dari kebiadaban menuju keadaban. Dari sebuah bangsa yang tidak diperhitungkan menjadi bangsa yang memimpin peradaban selama rentang waktu yang amat panjang.
Tak tanggung-tanggung, selama tidak kurang dari 14 abad kaum Muslim menguasai dua pertiga dunia dengan peradabannya yang tinggi dan mulia. Hal itu telah banyak diakui bahkan oleh para cendekiawan Barat yang jujur. Emmanuel Deutscheu, seorang cendekiawan Jerman, misalnya, pernah berkata, “Semua ini (yakni kemajuan peradaban Islam, _red_.) telah memberikan kesempatan baik bagi kami (Eropa) untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Karena itu sewajarnyalah kami senantiasa mencucurkan airmata tatkala kami teringat akan saat-saat jatuhnya Granada.” (Granada adalah benteng terakhir Kekhilafahan Islam di Andalusia yang jatuh ke tangan bangsa Kristen Eropa).
Hal senada diungkapkan oleh Montgomery Watt, “Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa.”
Hal senada juga dinyatakan oleh Will Durrant, Jacques C. Reister dan masih banyak yang lain. Bahkan mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, saat berpidato pada tanggal 5 Juli 2009, antara lain menyatakan, “Peradaban dunia berutang besar pada Islam. Islamlah—di tempat-tempat seperti Universitas Al-Azhar—yang mengusung lentera ilmu selama berabad-abad serta membuka jalan bagi era kebangkitan Kembali dan era pencerahan di Eropa.” (_Republika.co.id_, 20 Juni 2009).
Yang tidak diakui secara jujur bahkan cenderung ditutup-tutupi oleh Barat adalah fakta bahwa seluruh pencapaian kemajuan peradaban Islam dan kaum Muslim selama berabad-abad itu terjadi di sepanjang era Khilafah Islam. Bahkan boleh dikatakan, semua pencapaian kemajuan itu tidak lepas dari peran sentral Khilafah. Kecemerlangan sejarah itu terjadi ketika umat Islam menerapkan sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah, yang menjadikan al-Quran sebagai sumber hukum yang mengatur segenap aspek kehidupan umat manusia.
*Berkat al-Quran*
Semua pencapaian kemajuan peradaban Islam dan kaum Muslim selama berabad-abad itu tentu berkat al-Quran. Ini pun diakui bahkan oleh para cendekiawan Barat sendiri. “Hendaklah diingat, al-Quran memegang peranan yang lebih besar bagi kaum Muslim daripada Bibel dalam agama Kristen…Sungguh, sebuah kitab seperti ini patut dibaca secara meluas di Barat, terutama di masa kini…” (E. Denisen Ross, seperti dikutip dalam buku _Kekaguman Dunia Terhadap Islam_).
Prof. G. Margoliouth dalam _De Karacht van den Islam_ juga menulis, “Penyelidikan telah menunjukkan bahwa yang diketahui oleh sarjana-sarjana Eropa tentang falsafah, astronomi, ilmu pasti dan ilmu pengetahuan semacam itu, selama beberapa abad sebelum Renaissance, secara garis besar datang dari buku-buku berbahasa Arab. Al-Quranlah yang memberikan dorongan pertama untuk studi-studi itu di antara orang-orang Arab dan kawan-kawan mereka.”
Itu sebabnya, W.E. Hocking berkomentar, “Oleh karena itu, saya merasa benar dalam penegasan saya bahwa al-Quran mengandung banyak prinsip yang dibutuhkan…” (_The Spirit of World Politics_, 1932, hlm. 461).
*Pentingnya Kembali pada al-Quran*
Sebagai konsekuensi keimanan pada al-Quran, kaum Muslim jelas wajib senantiasa merujuk pada al-Quran; baik dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun bernegara. Apalah artinya mengimani al-Quran sebagai petunjuk kehidupan, namun dalam keseharian petunjuk al-Quran itu dicampakkan. Isinya tidak diamalkan. Hukum-hukumnya tidak diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Padahal faktanya, saat al-Quran dicampakkan, sebagaimana terjadi saat ini, kehidupan kaum Muslim nyaris berantakan di berbagai sisi. Kemiskinan, misalnya, masih terus terjadi, justru di tengah keberlimpahan kekayaan negeri. Angka pengangguran masih tinggi. Ketimpangan sosial dan ekonomi makin tak terkendali. Korupsi makin menjadi-jadi. Kriminalitas (seperti pencurian, pemerkosaan, pembunuhan, dll) makin mengiris hati. Kerusakan moral (seperti seks bebas, LGBT, dll) makin terbuka dan makin berani. Ketidakadilan hukum makin terang-terangan dipertontonkan. Semua kerusakan ini tidak lain sebagai akibat dari sikap umat Islam, khususnya para penguasanya, yang enggan diatur oleh al-Quran. Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
_Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran) maka bagi dia kehidupan yang sempit dan pada Hari Kiamat nanti Kami akan membangkitkan dia dalam keadaan buta_ (TQS Thaha [20]: 124).
Karena itu, agar bangsa ini tidak terus-menerus dalam kesempitan hidup dan keterpurukan, mau tidak mau, mereka wajib kembali pada al-Quran. Mereka wajib mengamalkan al-Quran dan menerapkan seluruh hukumnya. Apalagi mengamalkan al-Quran dan menerapkan seluruh hukumnya merupakan wujud hakiki dari ketakwaan sebagai hikmah yang harus diraih dari puasa Ramadhan. Saat takwa benar-benar mewujud secara kolektif di negeri ini, yang dibuktikan dengan mengamalkan dan menerapkan al-Quran dalam seluruh aspek kehidupan, pasti ragam keberkahan akan Allah SWT berikan kepada bangsa ini. Allah SWT berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
_Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat- Kami). Karena itu Kami mengazab mereka karena apa yang telah mereka lakukan itu_ (TQS al-A’raf [7]: 96).
_WalLâhu a’lam bi ash-shawâb_. []
*Hikmah:*
Utsman bin Affan ra. (w. 35 H) berkata:
لَوْ طَهَرَتْ الْقُلُوْبُ لَمْ تَشْبَعْ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
_Jika hati bersih maka ia tidak akan kenyang dari membaca al-Quran_ (Al-Ghazali, Ihyâ' 'Ulûm ad-Dîn, 3/ 5). []

Rabu, 22 Februari 2023

Tagged under:

Allah Maha Kuasa Segalanya

Oleh: Titi Hutami

Jika tanpa keimanan, maka siapapun sulit mempercayai peristiwa Isra' Mi'raj nabi Muhammad Saw. Bayangkan saja, perjalanan Rasulullah saw dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, dilanjut ke Sidratul Muntaha (langit ketujuh), hanya dalam waktu semalam. Untuk kondisi transportasi hari ini saja, tidak mungkin itu dilakukan. Apalagi transportasi pada masa Rasulullah, yang masih berupa kuda dan unta, jelas mustahil perjalanan itu dilakukan.

Tapi dengan keimanan, yakni dengan keyakinan bahwa Allah SWT. maha kuasa melakukan apapun, niscaya dengan sangat mudah mempercayai perjalanan Isra'Mi'raj tersebut. 

Dengan mengamati dan merenungi alam semesta ini, didapati kedahsyatan yang tidak ada batasnya. Langit dengan benda-benda langitnya, masih banyak menjadi rahasia bagi manusia. Bumi dan seisinya pun menjadi ilmu sains yang tidak pernah habis untuk diteliti. Semua itu tentu saja karya dan ciptaan Allah SWT.

Jadi, hal yang mudah bagi Allah memperjalankan rasul-Nya dengan jarak yang luar biasa jauh, hanya ditempuh dalam waktu semalam. 

Qur'an surat al Isra' ayat 1:

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Terjemahan:
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.

Tidak mengherankan jika respon Kafir Quraish saat itu tidak percaya terhadap cerita Nabi Saw tentang peristiwa Isra' Mi'raj tersebut. 

Salah seorang kafir Quraish mencoba menyampaikan peristiwa Isra' Mi'raj Nabi Saw kepada Abu Bakar, dan berharap sikap Abu Bakar juga sama tidak percaya. Tapi ternyata Abu Bakar sangat percaya kebenaran cerita perjalanan luar biasa tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Abu Bakar bilang, "Demi Allah, jika benar Muhammad mengatakannya, maka ia benar. Apa yang membuat kalian heran?"
Abu Bakar menambahkan, "Demi Allah, sesungguhnya Muhammad memberitahukan kepadaku bahwa wahyu telah turun kepadanya dari langit ke bumi saat malam atau siang hari. Ini lebih besar dari masalah yang membuat kalian terheran itu!"

Dari sini, Abu Bakar mendapat gelar As Sidik dari Rasulullah Saw.

Jawaban Abu Bakar seharusnya menjadi pelajaran setiap muslim untuk menguatkan iman kepada Allah SWT yang maha kuasa, dan iman atas kenabian Muhammad Saw.

Dari keimanan ini lahir ketaatan untuk mengamalkan seluruh risalah yang dibawa Nabi Saw.

Senin, 20 Februari 2023

Tagged under: ,

Isra Mi’raj: Dimensi spiritual, ideologi dan politik

Buletin Kaffah No. 282 (26 Rajab 1444 H/17 Februari 2023 M)

Isra Mi’raj adalah perjalanan yang Allah SWT berikan kepada Nabi saw. di tengah tahun duka-cita. Ketika itu Allah SWT mewafatkan paman beliau, Abu Thalib, dan istri beliau, Khadijah binti Khuwailid ra. Beliau juga mendapat penolakan kasar dari penduduk Thaif. Selain menjadi penyemangat kembali dakwah Nabi saw., perjalanan Isra Mi’raj ini juga berisi berbagai pelajaran penting yang menunjukkan berbagai dimensi kemuliaan Islam.

*Dimensi Spiritual*

Para ulama sepakat bahwa Isra Mi’raj adalah mukjizat yang Allah SWT berikan kepada Rasulullah saw. Perjalanan yang membutuhkan waktu lebih dari satu bulan hanya ditempuh kurang dari semalam. Allah SWT berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Mahasuci Allah Yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami memperlihatkan kepada dia sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sungguh Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (TQS al-Isra [17]: 1).

Nabi saw. juga dipertemukan dengan para nabi dan rasul yang terdahulu. Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bertemu dengan Nabi Adam as., Nabi Isa bin Maryam as., Nabi Yahya as., dsb. Kemudian beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk mengimami shalat para nabi dan rasul tersebut. 

Dalam perjalanan Mi’raj, Nabi saw. diperlihatkan oleh Allah SWT beragam siksaan terhadap para penghuni neraka. Beliau menyaksikan siksaan terhadap orang-orang yang rakus akan jabatan, siksaan terhadap para khatib/penceramah yang menebar fitnah, siksaan terhadap para pezina, siksaan terhadap para pemakan riba, dsb. Selanjutnya beliau dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Di sana Allah SWT memberikan perintah shalat secara langsung kepada beliau.

Seluruhnya adalah dimensi spiritual penguji keimanan kaum Muslim. Apakah jika kabar dari Allah SWT dan Rasul-Nya yang di luar jangkauan akal manusia, berbeda dengan kebiasaan dan melawan budaya serta adat-istiadat, akan diterima ataukah ditolak?

Kala itu ada yang kembali murtad karena merasa peristiwa ini di luar akal manusia. Mereka lupa bahwa tak ada yang mustahil bagi Allah SWT. Mudah saja bagi Allah SWT memberikan kemukjizatan kepada Rasul-Nya. Karena itu orang yang kokoh keimanannya malah semakin mantap, seperti Abu Bakar ra. Beliau lalu digelari oleh Nabi saw. sebagai ash-shiddîq.

Sudah seharusnya kita merenungi ayat al-Quran yang mengingatkan kita untuk menyempurnakan keimanan, termasuk dengan menerima syariah agama ini secara utuh. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, juga pada kitab yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya dan kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Siapa saja yang kafir kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan Hari Akhir, sungguh dia telah sesat sejauh-jauhnya (TQS an-Nisa [4]: 136).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat di atas: “Allah SWT memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk mengamalkan seluruh syariah yang dituntut oleh iman berikut cabang-cabangnya, rukun-rukunnya serta pilar-pilarnya.” (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 2/434).

*Dimensi Ideologis*

Imam Muslim meriwayatkan bahwa pada malam Isra Mi’raj, Nabi saw. diberi dua bejana minuman berisi khamr dan susu. Beliau lalu meminum susu, bukan khamr. Kemudian Jibril as. berkata: 

هُدِيتَ الْفِطْرَةَ -أَوْ أَصَبْتَ الْفِطْرَةَ- أَمَّا إِنَّكَ لَوْ أَخَذْتَ الْخَمْرَ غَوَتْ أُمَّتُكَ

Engkau telah diberi petunjuk sesuai fitrah atau bertindak benar selaras dengan fitrah. Sungguh, andai engkau mengambil arak, niscaya sesatlah umatmu.

Peristiwa ini adalah menegaskan bahwa Islam adalah agama lurus dan sesuai dengan fitrah manusia. Mulai dari akidah hingga ibadah, akhlak, muamalah hingga politik dan kenegaraan. Seluruhnya akan mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia dan menghilangkan kerusakan/mafsadat dalam kehidupan. Islam dengan seluruh syariahnya mustahil mendatangkan penderitaan bagi umat manusia.

Jika Islam sudah sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia, apakah pantas jika masih ada Muslim yang lebih percaya pada ajaran Montesquieu, Socrates, Adam Smith, Karl Marx atau Piagam PBB daripada Islam dengan seluruh ajaran dan syariahnya? Padahal Allah SWT telah berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? (TQS al-Maidah [5]: 50).

Semua ideologi, sistem dan ajaran selain Islam tentu bertentangan dengan maqâshid asy-syarî’ah. Menerapkan ideologi atau sistem selain Islam itu pasti akan merusak tatanan kehidupan umat manusia dan mendatangkan kehinaan di akhirat. Allah SWT tegas berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran), sungguh bagi dia kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta (TQS Thaha [20]: 124).

*Dimensi Politik*

Perjalanan Isra membawa Nabi saw. ke sejumlah tempat sebelum tiba di Al-Aqsa. Imam an-Nasa’i meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. dibawa oleh buraq dan Malaikat Jibril as. ke Yatsrib (Madinah) untuk melaksanakan shalat di sana. Kemudian Jibril as. berkata:

أَتَدْرِي أَيْنَ صَلَّيْتَ صَلَّيْتَ بِطَيْبَةَ وَإِلَيْهَا الْمُهَاجَرُ

Tahukah engkau, di mana engkau shalat? Engkau shalat di negeri yang baik. Ke sanalah orang-orang hendaknya pergi berhijrah (HR an-Nasa’i).

Setelah itu beliau juga diajak pergi ke Bukit Sinai dan melaksanakan shalat. Kemudian beliau tiba di Baitul Muqaddas.

Peristiwa tersebut mengandung dimensi politik bagi dakwah Islam. Tidak lama setelah peristiwa Isra Mi’raj, berimanlah serombongan Suku Aus dan Khazraj dari Yatsrib (Madinah). Mereka lalu berbaiat kepada Rasulullah saw. di Aqabah. Setahun kemudian Yatsrib telah siap menjadi tempat hijrah kaum Muslim dan berganti nama menjadi Madinah al-Munawarah. Inilah Negara Islam pertama di dunia. Di sana hukum-hukum Allah SWT diterapkan secara sempurna. Negara Islam di Madinah sekaligus menjadi titik sentral dakwah yang menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia; termasuk ke Bukit Sinai di Mesir, lalu ke Yerusalem di Palestina dan seluruh negeri Syam.

Adapun peristiwa para nabi dan para rasul bermakmum kepada Rasulullah saw. dalam shalat di Masjid al-Aqsa adalah isyarat bahwa kepemimpinan umat manusia sudah diserahkan seutuhnya kepada beliau dan kaum Muslim. Tidak ada umat yang pantas memimpin dunia ini selain umat Muslim. Tak ada pula ideologi yang layak memimpin dunia dan umat manusia melainkan Islam.

Karena itu apakah pantas jika kaum Muslim menundukkan diri pada kekuasaan pihak asing dan aseng yang malah menjajah mereka? Pantaskah pula kaum Muslim tunduk pada kekuasaan lembaga-lembaga internasional buatan asing seperti PBB, IMF, dsb? Apalagi pada faktanya semua lembaga internasional tersebut tidak berpihak kepada kaum Muslim, justru malah banyak merugikan kaum Muslim. 

PBB, misalnya, tidak melakukan apapun untuk menghentikan agresi militer pasukan koalisi pimpinan AS ke Irak dan Afganistan yang menewaskan ratusan ribu warganya. PBB juga berdiam diri atas aksi genosida terhadap Muslim Palestina, Suriah, Rohingya, Uyghur, dsb.

Demikianlah. Seharusnya Islam dan umatnya yang layak dan pantas memimpin dunia. Sebabnya, Islam lebih dari sekadar agama spiritual atau akhlak belaka. Islam adalah ideologi paripurna yang juga mengatur politik dan kenegaraan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin. Bahkan kelak kekuasaan Islam akan mengemban agama ini ke seluruh bagian dunia sehingga umat manusia berada dalam naungannya. Hal ini telah dijanjikan oleh Nabi saw.:

إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ أَوْ قَالَ إِنَّ رَبِّي زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ مُلْكَ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا

Sungguh Allah telah mendekatkan bumi ini untukku. Lalu aku melihat bagian timur dan baratnya. Sungguh, kekuasaan umatku akan mencapai seluruh wilayah yang diperlihatkan kepadaku tersebut (HR Abu Dawud).

Akan tetapi, kepemimpinan ini tidak mungkin terwujud melainkan dengan institusi Khilafah Islamiyah yang memang telah diperintahkan oleh agama dan disepakati kewajibannya oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja). Kewajiban ini di antaranya ditulis oleh Profesor Dr. Wahbah Zuhaili pada bab, “Sulthah at-Tanfîzh al-‘Ulyâ – Al-Imâmah”. Bab ini merangkum pendapat para ulama dari berbagai mazhab tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Menurut beliau, hanya segelintir kelompok yang menolak kewajiban mendirikan Khilafah, yaitu sebagian kecil kelompok Khawarij dan Muktazilah. Adapun mayoritas ulama mazhab—bahkan seluruh ulama Aswaja—menyatakan wajib mendirikan Khilafah (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, 6/663-668).

WalLâhu a’lam. []

---*---

*Hikmah:*

Rasulullah saw. bersabda: 
Pada malam di-isra’-kan, aku melihat sejumlah laki-laki yang digunting bibirnya dengan gunting api. Aku bertanya (kepada Malaikat Jibril), “Jibril, siapakah mereka?” Jibril menjawab:

‌خُطَبَاءُ مِنْ أُمَّتِكَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا يَعْقِلُونَ

“Mereka adalah para khatib dari kalangan umatmu. Mereka memerintah kebaikan pada orang lain, namun mereka melupakan dirinya sendiri. Mereka membaca al-Quran, apakah mereka tidak memikirkannya?” (HR Ahmad). []

Jumat, 27 Januari 2023

Tagged under: ,

Pentingnya Sistem Pendidikan Islam

Buletin Kaffah No. 279 (5 Rajab 1444 H/27 Januari 2023 M)

Sebagaimana telah dibahas pada Buletin Kaffah No. 278 pekan lalu, moral remaja/pelajar Indonesia kian kritis. Salah satunya adalah adanya ribuan pelajar SMP/SMA di Jatim yang meminta dispensasi nikah akibat sudah hamil duluan sebelum menikah. 

Banyaknya kehamilan di luar nikah di kalangan pelajar juga terjadi di banyak kota. Totalnya mencapai ribuan. Yogya, Tangerang Selatan dan Madiun adalah di antara kota yang angka kehamilan remaja/pelajarnya paling tinggi (Sindonews.com, 11/02/2022). 

Tingginya angka kehamilan pelajar di luar nikah di Indonesia tentu seiring dengan massifnya aktivitas seks bebas (perzinaan) di kalangan mereka. Sekitar dua tahun lalu, misalnya, CNN Indonesia (28/12/2020) melaporkan bahwa berdasarkan hasil survei Komnas Perlindungan Anak terdapat 93,8 persen dari 4.700 siswi SMP/SMA di Depok Jawa Barat yang mengaku pernah berhubungan seksual di luar nikah. Survei tersebut juga mengungkap 97 persen responden mengaku pernah menonton pornografi. 

Tak hanya berdampak pada meningkatnya dispensasi nikah. Hamil di luar nikah juga berdampak pada meningkatnya angka aborsi (pengguguran kandungan) di kalangan remaja/pelajar. Menurut data BKKBN, dari jumlah penduduk remaja/pelajar (usia 14-19 tahun) terdapat 19,6% kasus kehamilan tak diinginkan (KTD) dan sekitar 20% kasus aborsi di Indonesia dilakukan oleh remaja/pelajar (BKKBN, 2021). 

Tak hanya seks bebas, hamil di luar nikah dan aborsi. Banyak remaja/pelajar di Indonesia juga terjerat narkoba. Baik sebagai pengguna maupun pengedar. Sekitar dua tahun lalu, misalnya, Kompas.tv (15/01/2021) melaporkan bahwa Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang berhasil membongkar jaringan narkoba yang melibatkan pelajar sebagai kurir narkoba jenis sabu. Kasus keterlibatan pelajar di dunia narkoba sudah sangat mencemaskan. Survei dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan ada 2,3 juta pelajar atau mahasiswa di Indonesia pernah mengonsumsi narkoba (CNN Indonesia, 22/06/2019).

Selain narkoba, kasus tawuran antarpelajar juga sangat mengkhawatirkan. Mereka tidak hanya saling lempar batu, namun sudah menggunakan senjata tajam berbahaya. Tidak sekadar melukai, namun hingga membunuh (CNN Indonesia (23/07/2020). 

Itulah sekelumit potret buram krisis moral dan kepribadian pelajar di Indonesia saat ini. 

Kegagalan Sistem Pendidikan Sekuler

Mengapa kondisi yang sangat memprihatinkan di kalangan remaja/pelajar di atas bisa terjadi? Salah satu sebabnya adalah kegagalan sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini. Anehnya, belakangan sekularisasi pendidikan di Tanah Air makin digencarkan. Peran agama malah akan diminimalkan atau bahkan dihilangkan dari dunia pendidikan. 

Beberapa waktu lalu visi pendidikan Indonesia yang dicanangkan Kemendikbud menuai protes keras dari berbagai elemen umat Islam. Pasalnya, visi pendidikan yang tertuang dalam draft Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 itu tidak tercantum lagi frasa agama. Setelah menuai protes tersebut, Kemendikbud kini merevisi draft rumusan PJPN. Namun demikian, hal itu tetap tidak menghapus fakta adanya upaya pengkerdilan agama dalam PJPN. Terlihat jelas pada draft PJPN tersebut tetap tidak memuat frasa agama. Yang ada sekadar frasa akhlak mulia dan budaya. Indonesia sebagai negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia tentu terancam bahaya jika pendidikannya minim atau bahkan nir agama. PJPN itu lebih mengarusutamakan aspek pragmatis, yakni sekadar pertimbangan pasar dan ekonomi. Agama tidak mendapatkan perhatian secara semestinya. Misalnya disebutkan bahwa yang menjadi pertimbangan utama penyusunan PJPN itu adalah perubahan teknologi, perubahan sumber-sumber ekonomi Indonesia, kondisi demografi Indonesia, serta kondisi pasar kerja dunia global. Tentu sangat berbahaya mencetak SDM yang unggul secara sains dan teknologi demi tuntutan pasar global, namun lemah dari sisi keterikatan pada ajaran agama (Islam). SDM semacam itu justru berpotensi mengancam negeri ini melalui berbagai perilakunya kelak yang tidak lagi memperhatikan standar agama (Islam) berupa halal dan haram. 

Pentingnya Sistem Pendidikan Islam

Sebagaimana diketahui, dalam sistem pendidikan sekuler sebagaimana saat ini, peran agama (Islam) dikerdilkan bahkan disingkirkan. Akibatnya sangat fatal. Di antaranya adalah dekadensi moral di kalangan remaja/pelajar yang makin parah, sebagaimana telah disinggung di atas. Sebabnya, para remaja/pelajar tersebut tidak dibekali dengan bekal pendidikan agama yang cukup.

Karena itu di Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim, sistem pendidikan bukan saja harus mengikutsertakan agama (Islam). Bahkan sudah seharusnya Islam menjadi dasar bagi sistem pendidikan sekaligus mewarnai seluruh kebijakan pendidikan di Tanah Air. 

Dalam Islam, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah SWT. Dalam Islam ada sosok Rasulullah Muhammad saw. yang wajib menjadi panutan (role model) seluruh peserta didik. Sebabnya, Allah SWT berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Sungguh engkau memiliki akhlak yang sangat agung (QS al-Qalam [68]: 4).
 
Allah SWT pun berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ 

Sungguh pada diri Rasulullah saw. itu terdapat suri teladan yang baik (QS al-Ahzab [33]: 21).

Keberadaan sosok panutan (role model) inilah yang menjadi salah satu ciri pembeda pendidikan Islam dengan sistem pendidikan yang lain. Karena itu dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam harus menjadi dasar pemikirannya. Sebabnya, tujuan inti dari sistem pendidikan Islam adalah membangun generasi yang berkepribadian Islam, selain menguasai ilmu-ilmu kehidupan seperti matematika, sains, teknologi dll. Hasil belajar (output) pendidikan Islam akan menghasilkan peserta didik yang kokoh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya (tafaqquh fiddin). Pengaruhnya (outcome) adalah keterikatan peserta didik dengan syariah Islam. Dampaknya (impact) adalah terciptanya masyarakat yang bertakwa, yang di dalamnya tegak amar makruf nahi mungkar dan tersebar luasnya dakwah Islam. 

Pemikiran (fikrah) pendidikan Islam ini tidak bisa dilepaskan dari metodologi penerapan (tharîqah)-nya, yaitu sistem pemerintahan yang didasarkan pada akidah Islam. Karena itu dalam Islam, penguasa bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pendidikan warganya. Sebabnya, pendidikan adalah salah satu di antara banyak perkara yang wajib diurus oleh negara. Rasulullah saw. bersabda: 

الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Kecemerlangan Sistem Pendidikan Islam

Pada masa Khilafah Islam, pendidikan Islam mengalami kecemerlangan yang luar biasa. Ini ditandai dengan tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis ilmu pengetahuan serta lahirnya ulama dan ilmuwan yang pakar dalam berbagai disiplin pengetahuan. 

Beberapa lembaga pendidikan Islam kala itu antara lain, Nizhamiyah (1067 -1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir, Al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko dan Sankore (989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika. Lembaga pendidikan Islam ini pun menerima para siswa dari Barat. Paus Sylvester II, sempat menimba ilmu di Universitas Al-Qarawiyyin. 

Literasi warga negara Khilafah saat itu pun lebih tinggi daripada Eropa. Perpustakaan Umum Cordova (Andalusia) memiliki lebih dari 400 ribu buku. Ini termasuk jumlah yang luar biasa untuk ukuran zaman itu. Perpustakaan Al-Hakim (Andalusia) memiliki 40 ruangan yang di setiap ruangannya berisi lebih dari 18 ribu judul buku. Perpustakaan Darul Hikmah (Mesir) mengoleksi sekitar 2 juta judul buku. Perpustakaan Umum Tripoli (Syam) mengoleksi lebih dari 3 juta judul buku. Perpustakaan semacam itu tersebar luas di berbagai wilayah negara Khilafah.

Pada masa Khilafah lahir banyak ulama di bidang tsaqâfah Islam. Filosofi Islam, mazjul-mâddah bir-rûh, yang mengintegrasikan belajar dan kesadaran akan perintah Allah SWT menjadikan tsaqâfah Islam sebagai inspirasi, motivasi dan orientasi pengembangan matematika, sains, teknologi, dan rekayasa hingga melahirkan banyak ilmuwan dan teknolog founding father disiplin ilmu pengetahuan modern. Tsaqâfah Islam, ilmu pengetahuan yang kita pelajari, juga produk-produk industri yang kita nikmati saat ini tidak lain adalah sumbangan para ulama dan ilmuwan Muslim. Mereka adalah para perintisnya. Sebut saja Ibnu Sina (pakar kedokteran), al-Khawarizmi (pakar matematika), al-Idrisi (pakar geografi), az-Zarqali (pakar astronomi), Ibnu al-Haitsam (pakar fisika), Jabir Ibn Hayyan (pakar kimia), dll. 

Kemajuan pendidikan pada masa keemasan peradaban Islam ini bahkan telah terbukti menjadi rujukan peradaban lainnya. Hal tersebut antara lain diungkapkan oleh Tim Wallace-Murphy (WM) yang menerbitkan buku berjudul “What Islam Did for Us: Understanding Islam’s Contribution to Western Civilization” (London: Watkins Publishing, 2006). Buku WM tersebut memaparkan fakta tentang transfer ilmu pengetahuan dari Dunia Islam (Khilafah) ke Dunia Barat pada Abad Pertengahan. 

Disebutkan pula bahwa Barat telah berutang pada Islam dalam hal pendidikan dan sains. Utang tersebut tidak ternilai harganya dan tidak akan pernah dapat terbayarkan sampai kapan pun. Cendekiawan Barat, Montgomery Watt, menyatakan, ”Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa.” 

Alhasil, saatnya membuang sistem pendidikan sekuler, dan beralih ke sistem pendidikan Islam.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

---*---

Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda

مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى يَرْجِعَ

Siapa saja yang pergi untuk mencari ilmu maka ia sedang berada di jalan Allah hingga ia pulang. (HR at-Tirmidzi). []

Minggu, 22 Januari 2023

Tagged under: ,

Selamatkan Remaja Indonesia dari Perzinaan!

Buletin Kaffah No. 278 (27 Jumada ats-Tsaniyah 1444 H/20 Januari 2023 M)

Moral remaja Indonesia kian kritis. Ditemukan laporan ratusan siswi SMP dan SMA di Ponorogo Jatim meminta dispensasi nikah akibat sudah hamil sebelum menikah. Fakta tersebut dibenarkan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim Anwar Solikin. Bahkan di seluruh Jatim, berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, angka permohonan dispensasi nikah (diska) pada 2022 mencapai 15.212 kasus. Sebanyak 80 persennya karena telah hamil.

Dari Indramayu, Jawa Barat, juga dilaporkan ada ratusan remaja putri usia di bawah 19 tahun alami kasus serupa. Sepanjang 2022 terdapat 564 pengajuan dispensasi nikah yang diputuskan hakim. Kebanyakan pernikahan usia muda itu terjadi karena hamil sebelum nikah. Sementara di Bandung 143 siswi ajukan dispensasi menikah yang sebagian besar terjadi lagi-lagi karena hamil akibat zina.

Zina: Kejahatan dan Pembawa Bencana

Zina adalah kejahatan dan dosa besar. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu tindakan keji dan jalan yang buruk (TQS al-Isra’ [17]: 32).

Bahkan Nabi saw. menyebut zina adalah dosa besar setelah syirik. Sabda beliau:

 مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشِّرْكِ أعْظَمُ عِنْدَ اللهِ مِنْ نُطْفَةٍ وَضَعَهَا رَجُلٌ فِي رَحِمٍ لاَ يَحِلُّ لَهُ

Tidak ada dosa yang lebih besar di sisi Allah, setelah syirik, kecuali dosa seorang lelaki yang menumpahkan spermanya dalam rahim wanita yang tidak halal bagi dirinya (HR Ibnu Abi ad-Dunya’).

Demikian kejinya perbuatan zina, Allah SWT sampai menyiapkan azab yang mengerikan kelak di akhirat. Nabi saw. bersabda:

ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِقَوْمٍ أَشَدِّ شَيْءٍ انْتِفَاخًا وَأَنْتَنِهِ رِيحًا وَأَسْوَئِهِ مَنْظَرًا, فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قِيلَ: الزَّانُونَ وَالزَّوَانِي

Kemudian keduanya membawaku, ternyata ada satu kaum yang tubuh mereka sangat besar, bau tubuhnya sangat busuk, paling jelek dipandang, dan bau mereka seperti bau tempat pembuangan kotoran. Aku bertanya, “Siapakah mereka?” Keduanya menjawab, “Mereka adalah pezina laki-laki dan perempuan.” (HR Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Namun sekarang, perbuatan zina sudah dianggap bagian dari pergaulan remaja Indonesia. Sebagian remaja menganggap bahwa berciuman, berpelukan, meraba pacar, termasuk berzina dengan lawan jenis bukanlah tabu dan terlarang. Sebagian remaja lagi bahkan berzina dengan pelacur. Malah ada juga yang terjun menjadi pelacur. Keperjakaan atau keperawanan sudah dianggap tidak perlu lagi.

Ada beberapa sebab kerusakan moral ini terjadi. Pertama: Remaja kita terpapar konten pornografi melalui internet. Pada tahun 2021, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia mengakses pornografi secara daring (online). Bahkan 38,2 persen dan 39 persen anak pernah mengirimkan foto kegiatan seksual melalui media daring.

Data dari Kemen PPA juga mengungkapkan 34,5 persen anak laki-laki dan 25 persen anak perempuan pernah terlibat pornografi atau mempraktikkan langsung kegiatan seksual. Belum lagi perbuatan pencabulan hingga pemerkosaan yang dilakukan remaja akibat pengaruh pornografi.

Kedua: Di negara ini tidak ada sanksi keras yang mencegah perzinaan. Dalam KUHP terbaru yang disahkan DPR tahun lalu, perzinaan adalah delik aduan. Tanpa pengaduan, perzinaan tidak bisa dibawa ke ranah hukum.

Padahal perzinaan adalah perbuatan kriminal yang berpotensi mendatangkan azab Allah SWT bagi masyarakat. Nabi saw. sudah mengingatkan:

إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ 

Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu negeri, sungguh mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri (HR al-Hakim).

Umat harusnya melihat bahwa perbuatan zina bisa mendatangkan berbagai bencana. Kehamilan yang tidak diinginkan akibat zina bisa membuat pelakunya stres. Pasalnya, mereka tidak siap menjadi ayah/ibu di usia muda yang selanjutnya berdampak pada penelantaran anak yang dilahirkan. Belum lagi risiko rusaknya nasab/garis keturunan karena perzinaan. 

Tidak sedikit remaja putri yang hamil karena berzina lalu melakukan aborsi. Padahal aborsi berisiko mendatangkan gangguan mental berupa trauma, mengancam kesehatan seperti alami perdarahan berat, infeksi, sepsis (kelanjutan dari infeksi), kerusakan rahim, peradangan panggul dan endometritis (radang pada lapisan rahim).

Perzinaan juga membuka peluang bagi naiknya infeksi menular seksual (IMS) di kalangan remaja. Tahun 2018, Dr. Hanny Nilasari Sp.KK(K), FINSDV, FAADV, dari FKUI menuturkan remaja yang jadi pasien infeksi menular seksual bertambah, termasuk usia SMP. Data di RSCM menunjukkan bahwa sekitar 15% dari kasus IMS baru yang dilaporkan terdiri dari anak berusia 12-22 tahun. Berdasarkan data rekam medis Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Divisi Infeksi Menular Seksual di RSUP dr. Hasan Sadikin tahun 2013 terdapat 900-an pasien IMS. Sebanyak 9 persen dari jumlah tersebut adalah pasien berusia 10-19 tahun. RSUD Soetomo, Surabaya, mencatat ada sekitar 30 pasien IMS berusia muda setiap bulannya.

Inilah peringatan yang sudah disampaikan Baginda Nabi saw.:

لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيْهِمْ الطَّاعُوْنُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ قَدْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِيْنَ مَضَوْا…

Tidaklah tampak perbuatan keji (zina) di suatu kaum sehingga dilakukan secara terang-terangan, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya (HR Ibnu Majah).

Islam Melindungi Masyarakat

Tidak ada ideologi yang memberikan perlindungan umat manusia dari kejahatan zina, kecuali Islam. Syariah Islam akan menciptakan kehidupan remaja dan masyarakat yang berkah dan mulia. Pertama: Islam akan mendidik para remaja agar berkepribadian Islam dan berakhlak mulia, yang malu dan takut berzina. Nabi saw. bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ:... وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ

Ada tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: …seorang pria yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu pria itu berkata, “Sungguh aku takut kepada Allah.” (HR al-Bukhari).

Kedua: Negara yang menerapkan syariah Islam akan mewajibkan para pemuda dan masyarakat untuk menjaga adab seperti berpakaian menutup aurat, menjaga pandangan serta melarang berbagai aktivitas yang mengarah pada perzinaan seperti ber-khalwat (berdua-duaan antara pria dan wanita dewasa yang bukan mahram). Nabi saw. bersabda: 

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ باِمْرَأَةٍ إِلاَّ كاَنَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Ingatlah, tidaklah seorang pria ber-khalwat dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan (HR Ahmad).

Ketiga: Negara Islam akan mendorong para pemuda yang sudah sanggup menikah untuk segera berumah tangga. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesucian diri dan meneruskan keturunan. Nabi saw. bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda, siapa saja yang sudah sanggup menikah, menikahlah. Hal itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Siapa saja yang belum mampu, berpuasalah karena puasa itu perisai (HR al-Bukhari dan Muslim).

Keempat: Negara dalam Islam akan menghentikan peredaran pornografi dan pornoaksi. Sanksi tegas akan dijatuhkan kepada pembuat, pelaku dan pengedar konten-konten pornografi, yakni sanksi ta’zîr berupa penjara 6 bulan (Abdurrahman Al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât fî al-Islâm, hlm. 94).

Kelima: Negara Islam juga akan menjatuhkan sanksi tegas kepada para pezina. Pezina yang belum menikah (ghayr muhshan) seperti pemuda dan pelajar diancam hukuman 100 kali cambukan (QS an-Nur [24]: 2). Pezina yang sudah menikah (muhshan) akan dijatuhi rajam hingga mati sebagaimana yang Nabi saw. lakukan terhadap seorang perempuan Al-Ghamidiyah dan lelaki bernama Maiz bin Malik. Perzinaan dalam Islam bukanlah delik aduan. Zina haram secara mutlak sekalipun dilakukan atas dasar consent (suka sama suka).

Lelaki dan perempuan yang melakukan tindakan asusila walau tidak sampai berzina seperti ber-khalwat, bercumbu, dsb. juga akan dijatuhi sanksi penjara; bergantung pada jenis kejahatannya, semisal penjara 3 tahun (Abdurrahman Al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât fî al-Islâm, hlm. 94).

Khatimah

Wahai kaum Muslim, khususnya orangtua, para guru dan alim ulama, apakah kita akan tetap berdiam diri melihat rusaknya generasi muda umat ini? Sadarkah kita bahwa semua terjadi karena sekularisme-liberalisme dijadikan aturan kehidupan, sedangkan Islam hanya dipakai untuk urusan ibadah dan akhlak belaka? Sementara itu pemuda-pemuda yang taat syariah malah di-bully sebagai sok moralis dan radikal.

Padahal Allah SWT sudah menurunkan agama ini sebagai ideologi terbaik, dengan membawa hukum-hukum terbaik. Sampai kapanpun kita tidak akan bisa mendapatkan solusi terbaik melainkan dengan menerapkan syariah Islam secara kâffah dalam kehidupan. Masihkah kita ragu?! []

---*---

Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:

ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱ ﻧَﻔْﺴِﻲ ﺑِﻴَﺪِﻩِ، ﻟَﺎ ﺗَﻔْﻨَﻰ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺄُﻣﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻘُﻮﻡَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﻓَﻴَﻔْﺘَﺮِﺷُﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳﻖِ، ﻓَﻴَﻜُﻮﻥُ ﺧِﻴَﺎﺭُﻫُﻢْ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻣَﻦْ ﻳَﻘُﻮﻝُ: ﻟَﻮْ ﻭَﺍﺭَﻳْﺘَﻬَﺎ ﻭَﺭَﺍﺀَ ﻫَﺬَﺍ ﻟْﺤَﺎﺋِﻂِ

Demi Allah Yang diriku ada di tangan-Nya, tidaklah akan binasa umat ini hingga seorang lelaki menerkam (mencumbu dan menzinai) wanita di jalanan, lalu di antara mereka yang terbaik pada waktu itu hanya berkata, “Andai saja engkau melakukan itu di balik dinding ini.” (HR Abu Ya’la). []